Tradisi adalah norma, atran, atau norma yang telah ada sejak lama dan dapat berubah sesuai dengan tingkah laku manusia dan pola kehidupan secara keseluruhan. Tradisi juga dapat mencerminkan kebiasaan para pendukungnya yang telah ada secara turun-temurun dan diwariskan pada generasi berikutnya.
Apa Itu Tabuik?
Tabuik adalah tradisi Islam dari Sumatra Barat yang merupakan warisan budaya yang masih hidup hingga hari ini. Warisan budaya adalah hasil kebudayaan masa lalu yang diwariskan dari nenek moyang ke generasi berikutnya. Indonesia adalah negara yang memiliki banyak suku bangsa, bahasa lokal, dan agama. Tabuik adalah salah satu warisan budaya yang telah ada selama dua abad di Pariaman. Tabuik adalah gaya hidup dan sikap orang Pariaman. Makna dan nilai upacara tabuik menjadi contoh bagi orang-orang di Pariaman. Tradisi tabuik ini unik karena mayoritas orang di Pariaman beragama sunni.
Syekh Burhanuddin membawa mazhab Syafi’i ke Pariaman, sehingga tradisi ini hanya dilakukan oleh orang-orang di sana. Tabuik adalah salah satu warisan budaya yang telah ada selama dua abad di Pariaman. Tabuik berkembang menjadi wisata budaya setelah unsur-unsur budaya Minang masuk. Tabuik adalah perayaan atau upacara untuk mengenang Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW yang gugur dalam perang Karbala, namun setelah masuknya unsur budaya Minangkabau tabuik berkembang menjadi pertunjukan budaya yang menjadi ciri khas Pariaman.
Sejarah Tabuik
Upacara Tabuik dianggap sakral, khususnya bagi umat Syiah dan umat Islam. Kejadian ini sangat miris, terutama bagi kaum Syiah yang berbakti kepada Imam Husain dan tetap merayakannya kemanapun pergi dengan batabuik. Tabuik Pariaman merupakan sebuah peti/keranda yang diibaratkan membawa jasad Husein bin Ali. Keranda tersebut terbuat dari kayu, bambu, dan rotan kemudian dihiasi oleh bunga “salapan”. Adat tabuik ini banyak kaitannya dengan wafatnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad.
Dia meninggal pada tahun 681 M saat berperang di Karbala. Dia terbunuh oleh pasukan Yazid bin Mu’awiyah yang merupakan khalifah di Syam (Syria). Beliau meninggal dengan cara dibunuh kemudian jasadnya dimutilasi oleh tentara Yazid, kepalanya dipisahkan dengan badannya. Peperangan ini berlangsung pada tanggal 1 sampai 10 Muharram, itulah mengapa tradisi Tabuik dilaksanakan setiap awal bulan Muharram. Setelah Husain bin Ali terbunuh, iring-iringan Malaikat tiba-tiba muncul dari langit.
Tradisi tabuik adalah yang keras dan kolosal. Kedua tabuik tersebut merupakan representasi dari dua kelompok yang sedang bergejolak, yang dianalogikan dengan pasukan Yazid dan pasukan Husein bin Ali yang berperang di Karbala. Namun, tidak satu pun dari kedua kelompok tersebut mengagungkan atau merayakan kematian Husein bin Ali, dan sebaliknya, kedua kelompok tersebut tidak melakukan apa-apa untuk melawannya.
Tabuik di Pariaman Sumatra Barat
Tetapi antar kelompok akan melakukan saling tuding sehingga menimbulkan konflik. Hal tersebut memang aktivitas yang direkayasa seperti itu. Aksi tudingan bersama ini akan melahirkan berbagai bentuk kejahatan, misalnya mengadu tabuik dan adu mulut antara dua perkumpulan tabuik. Perkelahian ini dianggap penting dalam upacara tradisi tabuik. Tanpa adanya perkelahian maka upacara dianggap tidak menarik, karena peristiwa perkelahian ini lah yang menjadi daya tarik pengunjung dari dalam daerah maupun luar daerah.
Kehebatan upacara Tabuik ini terutama terlihat ketika Tabuk tersebut dihoyak dan dibuang ke laut. Kedua upacara tersebut berlangsung pada hari yang sama. Pengunjung, yang juga berperan sebagai “pelayat”, datang dari seluruh wilayah untuk menghadiri upacara tersebut. Selama upacara, jumlah pengunjung diperkirakan sekitar 200.000 orang. Mereka berbondong-bondong menuju tempat wisata Pariaman seperti Pantai Gandoriah, stasiun kereta api dan kawasan sekitar Pasar Pariaman. Pada bagian bawah tabuik terdapat sebuah bentuk seekor kuda besar yang bersayap berkepala wanita menggunakan jilbab.
Pemerintah daerah kota Pariaman mulai menghidupkan kembali perayaan tabuik pada tahun 1980. Pengelolaan tradisi upacara tabuik lebih diarahkan pada sektor pariwisata dan pembangunan daerah. Pada tahun 1990, pemerintah Sumatera Barat mengakui pentingnya upacara tabuik untuk pariwisata tahunan. Sudah jelas bahwa perayaan tabuik, yang menarik banyak wisatawan dari berbagai daerah, akan berdampak pada ekonomi kota Pariaman, terutama masyarakat setempat. Perayaan Tabuik memiliki potensi untuk menjadi wisata budaya yang menarik, meningkatkan ekonomi lokal, dan melestarikan budaya lokal.
Arti Tabuik Menurut Bahasa
Orang Minang menyebut kata Tabuik dari kata Arab at-tabut, yang kemudian disebut Tabuik karena aksen Minang mengubah kata dengan akhiran “t” menjadi “k”, seperti “takut” menjadi “takuik.” Dalam bahasa Arab, tabut berarti peti mati. Peti mati, menurut orang Mesir kuno, adalah peti mati tempat jenazah diletakkan. Biasanya terbuat dari kayu atau batu, peti mati tersebut memiliki desain relief yang mewakili kesedihan rakyat Mesir dan keyakinan mereka akan kehidupan di luar dunia ini. Dalam KBBI, tabuik adalah peti bambu yang diberi hiasan kertas dan diarak pada tanggal 10 Muharram, peringatan wafatnya Husein bin Ali.
Pembuatan Tabuik
Terdapat beberapa tahapan dalam membuat tabuik, yaitu:
1) Maambiak Tanah
Jenazah Husein bin Ali dikeluarkan dari tanah dan diangkut ke sungai dalam prosesi yang disebut Maambiak Tanah, yang berarti “mengambil tanah”. Tabuik pasa dan tabuik subarang sama-sama memambiak tanah dari sungai Galombang kecil dan Batang Piaman. Kelompok membuat daraga sebelum tahapan maambiak. Semua ini harus dilakukan sebelum magrib.
2) Manabang Batang Pisang
Manabang Batang Pisang adalah proses memotong batang pisang. Proses ini berakhir dengan konflik yang akan menyebabkan kedua kelompok tabuik, yaitu tabuik pasa dan tabuik subarang, berselisih bahkan hingga becakak. Karena perselisihan tersebut merupakan bagian dari prosesi ini, perselisihan ini akan berakhir saat itu juga dan tidak akan berlanjut pada hari-hari berikutnya. Seringkali, perselisihan ini diiringi oleh kumpulan gandang dengan ritme yang cepat, menghentak, dan suara keras, yang meningkatkan semangat kelompok tabuik.
3) Maradai
Maradai adalah arak-arakan untuk menarik simpati terbuka untuk memberikan harta atau apapun yang dapat membantu kelancaran pawai adat tabuik.
4) Maatam
Maatam adalah prosesi menurunkan jari-jari Husein bin Ali dari rumah tabuik dan kemudian mengitari makamnya. Prosesi ini menggambarkan jari-jari Husein yang berserakan saat perang di Karbala dan bagaimana dia sedih saat itu. Meratapi kematian seseorang adalah tujuan dari prosesi ini. Pemimpin prosesi ini adalah keturunan perempuan dari rumah tabuik. Keturunan rumah tabuik memiliki pantangan yang dapat menyebabkan kejadian tidak diinginkan selama prosesi.
5) Maarak Jari-jari
Dilakukan pada malam hari setelah proses maatam. Masing-masing kelompok tabuik, tabuik pasa dan tabuik subarang, melakukan proses mengarak jari-jari. Pawai dilakukan di ruang masing-masing tandan tabuik. Penyerahan panja kubah bambu dan plastik memulai proses. Gambar jari yang patah dicetak di atas kertas setelah lilin dinyalakan. Saat maarak jari dimainkan, ganja dimainkan.
6) Maarak Sorban
Prosesi orang yang memakai sorban (penutup kepala) untuk menghormati penemuan sorban Hussein dikenal sebagai maarak sorban. Prosesi ini dilaksanakan pada malam hari yang diiringi oleh arak-arakan juga diiringi oleh gandang tasa. Biasanya pada prosesi ini juga terjadi perselisihan antar kelompok tabuik, prosesi ini memiliki makna mendorong semangat dan kebenaran.
7) Tabuik Naiak Pangkek
Tahapan penyatuan badan tabuik yang dibuat terpisah adalah prosesi ini. Pada puncak upacara, prosesi ini biasanya dilakukan pada pagi hari. Prosesi selanjutnya adalah menampilkan tabuik yang telah digabungkan setelah tubuh mereka disatukan.