Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (DPR AS) telah mengesahkan rancangan undang-undang yang dapat mengancam keberadaan TikTok di negara tersebut. Langkah ini merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi kekhawatiran atas keamanan dan privasi data yang terkait dengan popularitas TikTok di kalangan anak muda.
Pejabat AS dan negara-negara Barat lainnya telah lama mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap TikTok. Aplikasi tersebut merupakan platform media sosial yang dimiliki oleh perusahaan induk di China. Mereka menuduh bahwa TikTok telah memata-matai sekitar 170 juta pengguna di AS. Selain itu, ada dugaan bahwa TikTok tunduk pada aturan pemerintah Beijing dan menjadi alat untuk menyebarkan propaganda.
Kritikus terhadap TikTok menekankan bahwa platform tersebut berpotensi memiliki akses yang luas terhadap data pribadi pengguna. Hal ini dapat menghadirkan risiko yang serius terhadap keamanan nasional AS. Namun, pihak China dan TikTok sendiri telah menyangkal klaim-klaim tersebut, mengklaim bahwa mereka telah mengambil langkah-langkah untuk melindungi data pengguna dan bahwa mereka beroperasi secara independen dari pemerintah China.
Rancangan undang-undang yang baru disahkan oleh DPR AS pada Sabtu (20/4) juga mencakup rancangan undang-undang bantuan utama melawan China dan mendukung Taiwan. Langkah ini mencerminkan semakin meningkatnya ketegangan antara AS dan China dalam hal perdagangan, keamanan, dan hak asasi manusia.
Joe Biden Ungkap Kekhawatiran Tik Tok ke Presiden China
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap aplikasi TikTok. Kekhawatiran ini terungkap dalam sebuah percakapan telepon dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, awal bulan ini.
Ultimatum terhadap TikTok disertakan dalam teks yang lebih luas yang memberikan bantuan untuk Ukraina, Israel, dan Taiwan. Hal ini menandakan bahwa kekhawatiran terhadap keamanan dan privasi data pengguna TikTok telah menjadi salah satu fokus utama pemerintahan Biden dalam menanggapi isu-isu geopolitik yang lebih luas.
TikTok menanggapi dengan cepat terhadap pemungutan suara terkait undang-undang tersebut. Mereka juga menyatakan kekecewaannya atas keputusan tersebut.
Sebelumnya, banyak anggota dewan AS telah menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap aplikasi TikTok. Mereka mengklaim platform tersebut memungkinkan pemerintah China untuk mengakses data pengguna dan mempengaruhi warga Amerika melalui algoritma platform video pendek tersebut.
Beberapa anggota dewan juga mengkhawatirkan bahwa perusahaan induk TikTok, ByteDance, secara diam-diam dikendalikan oleh Partai Komunis China (PKC). Namun, ByteDance telah membantah tuduhan tersebut. Sejumlah penelitian juga masih belum cukup bukti untuk menemukan kaitan langsung antara TikTok dan PKC.
RUU Masih Dibawah Pengawasan
Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mengancam TikTok masih berada di bawah pengawasan ketat pemerintah AS. Menurut RUU tersebut, ByteDance, induk perusahaan TikTok, diberi batas waktu satu tahun untuk menjual aplikasi tersebut. Jika tidak, risiko diblokir dari Google Play Store dan App Store di Amerika Serikat akan diberlakukan.
Meskipun DPR AS bulan lalu menyetujui RUU serupa yang menargetkan TikTok, tindakan tersebut masih tertahan di Senat. Namun, sejumlah tokoh politik dan mantan pejabat pemerintah AS, seperti Steven Mnuchin, Menteri Keuangan di bawah pemerintahan mantan Presiden Donald Trump, telah menunjukkan minat dalam mengakuisisi TikTok dan telah mengumpulkan sekelompok investor untuk tujuan tersebut.
TikTok telah menjadi sasaran otoritas AS selama bertahun-tahun. Meskipun demikian, undang-undang yang melarang hal tersebut dapat memicu tuntutan hukum, terutama karena RUU memberikan wewenang kepada Presiden AS untuk menetapkan aplikasi lain sebagai ancaman terhadap keamanan nasional jika aplikasi tersebut dikendalikan oleh negara musuh.