Taukah kamu asal mula tanduk kerbau di atap rumah masyarakat Minangkabau? Sejarah bermula pada masa kerajaan Adityawarman, seorang tokoh penting di Minangkabau. Adityawarman memerintah di Pagaruyung, pusat kerajaan Minangkabau, dan berjasa pada alam Minangkabau. Adityawarman juga adalah orang pertama yang membuat sistem kerajaan di Sumatera Barat.Â
Provinsi ini lebih terbuka dengan Aceh, terutama Aceh, sejak pemerintahan Raja Adityawarman pada pertengahan abad ke-17. Nilai-nilai baru mulai muncul di masyarakat Sumatera Barat sebagai hasil dari hubungan ekonomi yang semakin erat dengan Aceh. Nilai-nilai baru yang dibawa agama Islam ke masyarakat membuatnya berangsur-angsur mendominasi masyarakat Minangkabau, yang sebelumnya didominasi agama Buddha. Selain itu, beberapa wilayah di pesisir barat Sumatera Barat masih di bawah kekuasaan kerajaan Pagaruyung, tetapi kemudian menjadi bagian dari kesultanan Aceh.
Sejarah MinangkabauÂ
Melirik sejarah Minangkabau, pada mulanya desa ini berada di Kecamatan Sungayang, Tanah Datar, Sumatera Barat. Desa ini awalnya adalah tanah lapang. Namun, karena ada kekhawatiran bahwa Kerajaan Pagaruyung akan diserang oleh Kerajaan Majapahit dari Provinsi Jawa, kedua belah pihak meminta agar terjadi adu kerbau. Penanda peperangan kedua kerajaan adalah kerbau. Karena kerbau Minang menang dalam perkelahian, kata “manang kabau” muncul, yang kemudian menjadi nama Nagari atau desa tersebut. Penduduk Pagaruyung juga ingin mengenang peristiwa tersebut dengan membuat atap loteng rumah (rangkiang) dengan bentuk tanduk kerbau.Â
Sejarah mengatakan bahwa rumah itu didirikan di tepi tempat pasukan Majapahit bertemu, yang dijamu dengan hormat oleh wanita cantik Pagaruyung. Mereka biasanya hidup dengan berdagang, bertani sawah, menghasilkan hasil hutan, dan mulai berkembangnya pertambangan emas. Menurut beberapa orang, kerbau adalah kendaraan yang digunakan untuk menjelajahi dataran tinggi Minangkabau. Menggunakan kerbau disebabkan oleh ajaran agama yang diajarkan untuk menyayangi hewan seperti kerbau, gajah, dan lembu. Karena ajaran ini, masyarakat menggunakan kerbau untuk adu kerbau.Menurut bukti arkeologi, nenek moyang orang Minang pertama kali tinggal di Lima puluh Koto, yang terletak di wilayah Minangkabau. Sungai-sungai di daerah ini dulunya digunakan untuk bepergian. Diperkirakan nenek moyang orang Sumatera berlayar melalui rute ini.
Terbukanya provinsi Sumatera Barat terhadap dunia luar menyebabkan budayanya berkembang karena masuknya pendatang. Seiring dengan pertumbuhan populasi, penduduk menyebar ke berbagai tempat di Sumatera Barat, sebagian ke bagian selatan dan sebagian ke bagian barat.
Setelah kerajaan Pagaruyung runtuh dan Belanda terlibat dalam Perang Padri, daerah pedalaman Minangkabau dimasukkan ke dalam Pax Nederlandica oleh pemerintah Hindia Belanda. Daerah Minangkabau kemudian dibagi lagi menjadi Residentie Padangsche Bovenlanden dan Benedenlanden. Pada zaman VOC, Hoofdcomptoir van Sumatra’s westkust merupakan sebutan untuk wilayah pesisir barat Sumatera. Pada abad ke-18, Provinsi Sumatera Barat semakin terkena dampak ekonomi dan politik, dan akhirnya mencakup pantai barat Sumatera. Kawasan ini kemudian dimasukkan ke dalam Pemerintahan Pantai Barat Sumatra oleh pemerintah Belanda, dan kemudian berkembang lagi untuk mencakup Singkil dan Tapanuli. Residen Tapanuli beralih dari Singkil ke Aceh pada tahun 1905.Â
Memasuki tahun 1914, pemerintahan Pantai Barat Sumatera diubah menjadi Residen Pantai Barat Sumatera. Kemudian Residen Sumatera memasukkan wilayah Mentawai ke Samudera Hindia. 21 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1935, wilayah Kerinci juga dimasukkan ke dalam Residen Sumatera. Setelah pemerintahan Ootkust Sumatra berpecah, Kuantan Singingi dan Rokan Hulu dimasukkan ke Residen Riouw, dan Residen Djambi dibentuk hampir setahun kemudian.
Selama masa pendudukan Jepang di kawasan ini, Pantai Barat Sumatera berganti nama menjadi Sumatora Nishi Kaigan Shu, yang berbahasa Jepang. Karena alasan strategi militer, wilayah Kampar akhirnya dikeluarkan dari Pantai Barat Sumatera dan digabungkan ke Rhio Shu. Daerah Sumatera Barat digabungkan ke dalam Provinsi Sumatera yang berbasis di Bukittinggi sampai awal kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Pada tahun 1949, Provinsi Sumatera dibagi menjadi tiga wilayah: Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Sumatera Tengah. Wilayah-wilayah ini termasuk Sumatera Barat, Jambi, dan Riau.