Seni ukir tradisional Minangkabau secara bertahap terpengaruh oleh perkembangan zaman dan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan keadaan saat ini, ukiran tradisional Minangkabau mulai kehilangan fungsinya. Masyarakat Minang mulai tercerabut dari tradisinya sebagai bagian dari struktur kehidupan berbudaya. Kehidupan merantau dan budaya yang tidak sepenuhnya terkait dengan alam agraris mempercepat proses pemisahan. Tidak banyak orang di Minangkabau, terutama anak-anak, peduli atau mengetahui nilai-nilai ornamen ini. Ini disebabkan oleh fakta bahwa bentuk, nilai, dan makna ukiran tersebut sangat sulit untuk diidentifikasi kembali.
Motivasi di balik penerapan ornamen tradisional Minangkabau ini pada dekorasi pelaminan adalah untuk semakin mengukuhkan karakter dan karakteristik pelaminan Minang yang unik. Sebagaimana diketahui, prosesi pernikahan merupakan salah satu peristiwa sakral yang sangat penting bagi masyarakat Minangkabau, baik bagi kedua pengantin sebagai bentuk peresmian pernikahan mereka, maupun bagi kedua keluarga, khususnya bagi “Mamak dan Panghulu”.
Asal Mula Pelaminan Minangkabau
Pada awalnya, pelaminan Minang dibuat secara permanen di Rumah Gadang dan terdiri dari dasar atau rangka pelaminan, kain bakabek, lelansir, kain balapiah, lansia, kalambu, tonggak katorok, banta gadang, banta ketek, kasua kayu, lidah, ombak, tabia dindiang, tirai langik-langik, tirai ombak, dan dulamak. Pelaminan lama sebagian besar terdiri dari kain. Ada beberapa cara untuk menghias pelaminan lama, seperti melekat benang emas pada kain untuk membuat ornamen. Setelah beberapa waktu, ornamen dari kain berwarna emas dapat dipotong atau digunting dan dijahit pada lembaran kain untuk tabia, dll. Konsep ini berkembang seiring berjalannya waktu.
Banyak produk yang berbeda dari ornamen tradisional Minangkabau yang digunakan di Rumah Gadang saat ini tersedia untuk dibeli. Salah satu ornamen tradisional orang Minangkabau adalah ukiran kayu. Rumah Gadang, Rangkiang, Masjid-Surau, dan Balai Adat menampilkan keindahan dan kemegahan seni ukir tradisional Minangkabau. Kehadirannya di Rumah Gadang, rumah adat masyarakat Minangkabau bersuku-suku, secara tidak langsung menunjukkan status ekonomi dan sosial kaum tersebut, serta keberadaan dan peran panghulu kaum tersebut di masyarakat.Â
Ornamen Rumah Gadang dan bangunan tradisional Minangkabau lainnya terdiri dari ukiran motif abstrak dari benda, flora, dan fauna. Filosofi adat Minangkabau, yang dikenal sebagai “Adat basandi syarak” atau “Adat basandi kitabullah”, memiliki hubungan dengan motif-motif ini. Ukiran-ukiran ini diiringi oleh pepatah-petitih, yang dapat berfungsi sebagai cara untuk mentransfer nilai-nilai dan kebiasaan lokal kepada generasi berikutnya. Motif tersebut ditempatkan dengan cermat pada Rumah Gadang dan objek lainnya, sehingga fungsi dan makna masing-masing motif sangat sesuai dengan media penerapannya.Â
Nama-nama dan makna motif Minangkabau menggambarkan kehidupan sosial masyarakat yang digunakan sebagai acuan dalam hidup sehari-hari. Kehidupan sosial masyarakat dapat terlihat dari nama dan makna motif yang bersumber dari flora dan fauna. Tata nilai dan adat-istiadat tergambar dari nama dan makna motif yang bersumber dari petatah-petitih.
Perkembangan Pelaminan Minangkabau
Seiring perkembangan tren pelaminan, dasar atau rangka pelaminan berkembang dan kemudian menjadi lebih dominan. Selain itu, aksesori seperti sketsel, partisi, gerbang, architrave, pilar, dan foto booth juga meningkat. Mereka tidak lagi ditempatkan secara permanen di rumah adat karena banyaknya komponen baru. Pernikahan dan acara lainnya, yang lebih insidental dan lebih mengedepankan seremonial, membutuhkan tempat yang luas, seperti gedung pertemuan, aula, lapangan, atau bahkan jalan. Untuk menghindari hal ini, dekorasi pelaminan dibuat dari bahan dan media yang ringan yang mudah dibongkar pasang. Digunakanlah karet spon EVA untuk ukiran ornamen Minang untuk dekorasi pelaminannya.
Meskipun ukiran ornamen tradisional Minangkabau untuk pelaminan bukanlah komponen utama dari set pelaminan, keberadaannya tetap penting sebagai pusat perhatian dalam dekorasi dan kelengkapan pelaminan karena kekhasan bentuk motif, warna, struktur, dan penempatannya. Bentuk gonjong, misalnya, dapat menambah nuansa Minangkabau.