Oleh: Joko Intarto
KELELERAN menjadi fenomena baru dalam kehidupan sosial di sekitar rumah sakit di kota-kota besar Indonesia. Di Jakarta, orang-orang yang keleleran mudah ditemui di seputar RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), RS Jantung Harapan Kita dan RS Kanker Dharmais.
Siapa orang-orang yang keleleran itu? Mereka adalah pasien rujukan dari luar kota dan keluarganya yang sedang menghemat uang atau sudah kehabisan uang, padahal proses pengobatan belum selesai.
Katanya pengobatan pasien ditanggung BPJS Kesehatan? Cemana ada orang keleleran karena kehabisan bekal?
Sebagian besar biaya pengobatan pasien memang ditanggung BPJS Kesehatan. Tapi ada beberapa jenis pengobatan tertentu yang harus dibayar sendiri oleh pasien atau keluarganya.
Meski pun (katakanlah) seluruh biaya pengobatan dibayar BPJS Kesehatan, tetap ada biaya yang harus ditanggung sendiri, yakni living cost selama menjalani pengobatan di RS rujukan.
Cerita berikut mudah-mudahan bisa memudahkan Anda untuk memahami jalan cerita saya:,
1. Adam adalah nama samaran seorang anak asal Pekanbaru yang dirujuk ke RS di Jakarta untuk menjalani operasi jantung. Sayangnya, tindakan belum bisa dilakukan karena ada kondisi lain yang belum mendukung.
2. Karena tidak memungkinkan untuk balik ke Pekanbaru, orang tua pasien memutuskan tinggal sementara di Jakarta. Ia pilih kehilangan usaha dan penghasilan demi menemani anaknya yang sedang berobat.
3. Untuk menghemat biaya, pasien dan orang tuanya menyewa kamar kos murah di sekitar RS. Siapa tahu, kondisi anaknya segera membaik sehingga tindakan operasi bisa segera dilakukan.
4. Ternyata yang terjadi sebaliknya. Hingga berbulan-bulan tindakan operasi tak kunjung bisa dilakukan. Sementara bekal uang makin menipis.dan akhirnya habis. Sejak itulah mereka keleleran.
Berdasar data resmi, sejak tahun 2019-2023, jumlah pasien rujukan dari luar kota di berbagai RS di Jakarta terus meningkat secara konsisten sekitar 12% per tahun. Pada tahun 2023, jumlah pasien rujukan mencapai 80 ribuan orang.
Fenomena pasien dan keluarganya yang keleleran karena kehabisan bekal living cost tidak hanya terjadi di Jakarta. Fenomena yang sama juga terjadi di semua RS rujukan di ibukota provinsi maupun kabupaten.
Menyikapi masalah ini, Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial (MPKS) PP Muhammadiyah sejak tahun 2023 meluncurkan program Rumah Singgah Pasien Muhammadiyah (RSPM). Bergotong royong dengan berbagai majelis dan lembaga di Muhammadiyah, MPKS dan LAZISMU meresmikan RSPM yang ditandai dengan pengoperasian rumah singgah khusus pasien di Yogyakarta.
Dari Yogyakarta, gerakan RSPM meluas ke berbagai provinsi. Kelompok targetnya pun makin beragam. Misalnya, RSPM khusus untuk ibu yang baru melahirkan.
Berangkat dari program kepedulian, PP Muhammadiyah memandang RSPM perlu naik kelas menjadi Lembaga Pelayanan Sosial (LPS) yang terdaftar secara resmi di Kementerian Sosial. Bahkan, PP Muhammadiyah membuat deadline: 1 September 2024, LPS RSPM sudah harus running.
Terkait dengan ultimatum PP Muhammadiyah tersebut, Kamis kemarin berlangsung rapat lintas majelis dan lembaga untuk mempersiapkan LPS RSPM. Agenda yang dibahas dalam meeting perdana itu adalah mekanisme pendayagunaan aset-aset wakaf Muhammadiyah di seluruh Indonesia untuk dijadikan rumah singgah pasien.
Sebagai pilot project, satu aset wakaf berbentuk bangunan di dekat RS Islam Pondok Kopi, Jakarta Timur, akan difungsikan menjadi rumah singgah pasien. Pengalaman dari pilot project ini akan menjadi modal untuk pengembangan rumah singgah lain di seluruh Indonesia mulai tahun depan. (*)
Editor: SK
Selamat datang LPS RSPM (jto) Sumber: GWA Pengajian Sudirman, 10/08/2024.