Sejak beberapa tahun terakhir, Dirjen Kebudayaan telah berusaha mempromosikan “Jalur Rempah” sebagai salah satu identitas kekayaan Sejarah Nusantara dan sejarah kekayaan rempah di Sumatera Barat. Upaya ini dilakukan untuk membuat sejarah Jalur Rempah Indonesia diakui oleh dunia, seperti yang diakui oleh “Jalur Sutra”, identitas sejarah China. Tujuan ini dicapai melalui berbagai upaya yang dilakukan oleh Dirjen Kebudayaan, salah satunya dengan gencar melakukan penelitian dan penulisan tentang Jalur Rempah di Nusantara.Â
Jika kita melihat lebih jauh, bagian barat Indonesia, terutama Sumatera, memiliki jenis rempah yang lebih beragam dibandingkan dengan bagian timur. Rempah-rempah umum di Pulau Sumatera, termasuk Sumatera Barat, termasuk lada, kasia (juga dikenal sebagai kulit manis), pala, dan kapur barus. Pelabuhan seperti Barus, Pariaman, Padang, dan Tiku di kawasan barat Sumatera ini juga berfungsi sebagai pusat perdagangan rempah. Namun, sangat sedikit penelitian dan tulisan tentang sejarah Jalur Rempah di pantai barat Sumatera, terutama di Sumatera Barat. Â
Sejarah Kekayaan Rempah di Sumatera Barat
Sebagai jalur penting perdagangan rempah, banyak pelabuhan di Sumatera Barat berfungsi sebagai pusat perdagangan rempah, terutama di pantai barat Sumatera. Di sisi lain, kawasan pedalaman Sumatera Barat, terutama daerah di sekitar aliran sungai Batang Hari, menjadi lokasi penting dalam sejarah kekayaan rempah di Sumatera Barat.Â
1. Sumatera Barat sebagai Jalur Niaga Rempah penting di Pantai Barat
Sumatera Barat memiliki banyak pelabuhan dan kota dagang yang penting untuk perdagangan internasional, seperti yang disebutkan di atas. Sebelum kedatangan VOC, Tiku, Pariaman, dan Padang telah menjadi persinggahan para pedagang internasional. Para pedagang India, yang merupakan kelompok glide semacam persekutuan dagang, telah datang ke Padang dan Pariaman sejak abad ke-9. Dua sejarawan terkenal dari Sumatera Barat, Mestika Zed dan Gusti Asnan, pernah menyatakan hal ini. Beberapa bukti sejarah dari cerita ini adalah keberadaan peradaban India (orang keling) yang kuat di beberapa wilayah Sumatera Barat.
Sebelum VOC, para pedagang Arab datang ke Sumatera Barat melalui Kerajaan Siak, yang memiliki hubungan dengan Minangkabau dan Penang di Semenanjung Malaka. Kemudian, para pedagang China masuk ke Sumatera Barat, mengubah sejarah perdagangan internasional di Sumatera Barat. VOC bahkan memanfaatkan jalur dagang yang digunakan China ke pedalaman Sumatera Barat sebagai alternatif.
Pelabuhan-pelabuhan di Pariaman, Tiku, dan Padang adalah tempat orang dari negara lain tiba di Sumatera Barat. Pelabuhan Teluk Bayur adalah salah satu pelabuhan Kota Padang yang memiliki peran penting dalam perdagangan lokal dan internasional. Pelabuhan ini, yang sebelumnya dikenal sebagai Emmahaven, dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda dari tahun 1888 hingga 1893. Sebagai kota dagang di Sumatera, pelabuhan merupakan pelabuhan terbesar. Perdagangan rempah dimulai dan berakhir di Telur Bayur, yang berdampak besar pada jalur perdagangan rempah di seluruh Nusantara dan Sumatera Barat.
2. Sumatera Barat sebagai penghasil rempah terbaik di Sumatera
Rempah-rempah berkualitas tinggi yang ditemukan di wilayah pedesaan Sumatera Barat menjadi andalan dalam perdagangan internasional. Selain itu, rempah-rempah Sumatera umumnya menarik karena sulit ditemukan di tempat lain. Gambir (Uncaria), gaharu, dan kayu manis adalah jenis rempah penting yang ditemukan di wilayah Minangkabau, yang mencakup Sumatera Barat, Bengkulu, dan separuh daratan Riau.
Pada masa sejarah Jalur Rempah, ia menjadi rempah yang sangat terkenal di Minangkabau dalam perdagangan internasional. Dalam bukunya “Sumatera Barat Plakat Panjang”, Rusli Amran mengatakan bahwa sekitar abad 16 sampai 17, kerajaan Aceh memonopoli perdagangan lada. Ia juga mengatakan bahwa lada yang ditanam di Sumatera Barat dikirim ke Aceh dan kemudian dijual pada pedagang asing. Colombijn dalam bukunya Paco-Paco Kota Padang adalah penulis lain selain Rusli Amran yang menyatakan bahwa lada banyak ditemukan di Sumatera Barat. Dalam buku tersebut, Colombijn mengatakan bahwa dalam perjanjian Painan tahun 1663, pedagang perantara Minang memberikan monopoli atas lada dan emas sebagai imbalan atas pertahanan Belanda terhadap Aceh. Pada masa lalu, telah menjadi rempah yang sangat terkenal di Minangkabau dalam perdagangan internasional.
Sejarah Kekayaan Rempah Sumatera Barat dalam Dokumentasi
Sumatera Barat terkenal sebagai penghasil gambir terbaik selain lada. Dalam buku awal Dobbin, Islamic Revivalism in a Changing Peasant Economy, Central Sumatera 1784-1847, disebutkan bahwa gambir dan lada adalah tanaman rempah yang sangat disukai oleh petani Minangkabau.
Ternyata Amerika Serikat adalah salah satu negara asing yang tertarik dengan rempah-rempah Sumatera Barat, seperti yang disebutkan pada bagian awal artikel ini. Dalam buku berjudul American in Sumatera, James W. Goud membahas bagaimana orang Amerika datang ke Sumatera Barat dan bagaimana mereka tertarik pada rempah-rempahnya. Tiga di antara komoditas dagang yang dicari dan dibutuhkan oleh saudagar Amerika dari Sumatera Barat adalah cengkeh, buah pala, dan kasia (juga dikenal sebagai kulit manis). Ia bahkan menyatakan bahwa wilayah pedalaman Sumatera sekitar Padang Panjang dan Bukittingi adalah tempat utama untuk menghasilkan kulit manis. Kulit manis dari Sumatera Barat biasanya dibawa ke Amerika melalui Batavia dan Negeri Belanda.
Jan Jacob Hollander, dalam bukunya Handleiding bij de Beoefening der Land- en Volkenkude van Nederlandsch Oost Indie, menyatakan bahwa salah satu rempah utama yang ditemukan di Sumatera Barat adalah kulit manis.