Tari jelas merupakan kebutuhan bagi manusia. Namun, sulit memberi batasan sampai seberapa penting tarian baginya. Tari sangat jarang, dan itu benar. Menikmati semua jenis tarian bukan berarti dia suka semua jenis tarian, tetapi setidaknya satu jenis tari adalah yang dia suka. Orang yang menyukai tarian kedaerahan, seperti tarian Minangkabau, Bali, Jawa, dan Sunda, mungkin tidak akan menyukai tarian daerah lain, kecuali mereka sangat egois.Â
Tari digunakan oleh masyarakat sebagai hiburan, dan tujuan menampilkannya dalam aktivitas apa pun adalah untuk memberi hiburan kepada penontonnya. Karena itu, tari tidak terlepas dari nilai estetika yang dimilikinya sebagai bentuk gerak yang dapat memberikan kepuasan bagi komunitas pendukungnya. Seperti yang diketahui, karena nilai estetika suatu tarian akan berkurang jika tidak ada musik, tarian selalu harus seiring dengan musik. Akibatnya, setiap pertunjukan tari selalu disertai dengan musik.Â
Dari perspektif penghayatan estetis, tari tradisi hanya menghasilkan kepuasan dan kegembiraan bagi masyarakat. Penonton tari tradisional tidak perlu menghabiskan seluruh waktu mereka untuk menyaksikan pertunjukan. Menikmati tari tradisional tidak memerlukan banyak perhatian seperti menonton balet di Barat. Tari tradisional ditampilkan dalam suasana yang tenang dan akrab.
Ada saat-saat ketika tidak ada batas antara penari dan penonton, memungkinkan orang-orang yang ingin menari untuk ikut serta dalam kegiatan atau pesta panen. Penonton yang berpartisipasi, meskipun mereka tidak menari dengan baik, tetap dihargai. Sebenarnya, keadaan seperti itulah yang membuat masyarakat bahagia.
Asal Mula Tari Piring
Masyarakat Minangkabau menyebut seni pertunjukan dengan istilah pamainan anak nagari (permainan anak negeri). Dengan kata lain, istilah “permainan anak nagari” digunakan masyarakat Minangkabau untuk menggambarkan berbagai jenis seni pertunjukan tradisional. Pertama, pamainan anak nagari berasal dari kaba, tradisi lisan Minangkabau, sebagai tema dan pencak silat sebagai gerakan dengan dendang (Jawa = tembang) dan karawitan sebagai pendukung.Â
Berbagai jenis dan gaya permainan anak nagari yang tersebar di Minangkabau menunjukkan kekayaan dan kebhinekaan dalam seni tradisional. Salah satu jenis permainan anak nagari yang khas Minangkabau adalah Tari Piring, yang merupakan ekspresi estetik dari seniman (masyarakat) Minangkabau. Tari Piring sangat dominan di Minangkabau, baik dari segi kuantitas maupun pengaruhnya.
Tari piring ini biasanya ditampilkan dalam upacara kesuburan, seperti pesta panen, sebagai cara untuk mengucapkan terima kasih atas panen yang berhasil. Tari Piring biasanya ditampilkan oleh satu sampai sepuluh penari laki-laki. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa wanita Minangkabau dulunya tidak diizinkan untuk menari di depan umum. Sebagai hiburan, tari piring hadir dalam syukuran tersebut. Padang Magek, yang termasuk dalam Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat, adalah salah satu dari ratusan desa di Minangkabau yang hingga saat ini masih mengembangkan Tari Piring dengan baik.Â
Tari Piring Padang Magek
Selain Tari Piring, nagari Padang Magek juga memiliki beberapa tari tradisional lainnya seperti: Tari Mulo Pado, Tari Kain, Tari Padang, Tari Turun Mandi Anak, Tari Sewah, Tari Lukah Gilo, dan Tari Galombang. Tari-tari tradisional ini sampai sekarang masih dapat ditemui terutama pada kegiatan-kegiatan atau upacara-upacara tertentu sesuai dengan fungsi dan kegunaan dari masing-masing tari tersebut.Â
Tari Piring adalah bagian penting dari budaya Padang Magek. Ini dimainkan selama acara dan upacara tertentu, seperti pengangkatan penghulu, pesta perkawinan, dan penyambutan tamu, selain berfungsi sebagai hiburan. Selain itu, Tari Piring juga berfungsi sebagai ekspresi (pengungkapan) emosi, penghayatan estetis, perlambangan, integrasi masyarakat, dan banyak lagi.